Friday, January 29, 2010

Ikut Sunnah, atau Ikut Madzhab?


Di antara ciri khas Ahlussunnah Wal-Jama'ah adalah mengikuti pola bermadzhab dalam amaliah sehari-hari terhadap salah satu madzhab fiqih yang empat, yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Bahkan menurut al-Imam Syah Waliyullah al-Dahlawi (1110-1176 H/1699-1762 M), pola bermadzhab terhadap suatu madzhab tertentu secara penuh telah dilakukan oleh mayoritas kaum Muslimin sejak generasi salaf yang saleh, yaitu sejak abad ketiga Hijriah. Karenanya, sulit kita temukan nama seorang ulama besar yang hidup sejak abad ketiga hingga saat ini yang tidak mengikuti salah satu madzhab fiqih yang ada.

Belakangan setelah lahirnya gerakan Wahhabi di Najd Saudi Arabia, lahir pula gerakan anti madzhab yang mengajak kaum Muslimin agar menanggalkan baju bermadzhab dan kembali kepada "ajaran al-Qur'an dan Sunnah". Karena menurut mereka, para imam madzhab sendiri seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam al-Syafi'i dan Ahmad bin Hanbal, lebih mendahulukan hadits shahih daripada hasil ijtihad. Bukankah semua imam madzhab pernah menyatakan, "idza shahha al-hadits fahuwa madzhabi (apabila suatu hadits itu shahih, maka itulah madzhabku)".

Sudah barang tentu ajakan menanggalkan pola bermadzhab dan kembali kepada al-Qur'an dan Hadits adalah ajakan beracun, karena secara tidak langsung ajakan tersebut beranggapan bahwa para imam madzhab dan para ulama yang bermadzhab telah keluar dari al-Qur'an dan hadits. Anggapan semacam ini jelas tidak benar, karena semua madzhab fiqih yang ada berangkatnya dari ijtihad para imam mujtahid, sang pendiri madzhab. Sedangkan ijtihad mereka jelas dibangun di atas pondasi al-Qur'an dan Sunnah. Seorang ulama baru dibolehkan berijtihad, apabila telah memenuhi persyaratan sebagai mujtahid, yang antara lain menguasai kandungan al-Qur'an dan Sunnah sebagai landasan ijtihadnya.
Kita juga sering mendengar pernyataan kalangan anti madzhab yang mengatakan, "mengapa Anda mengikuti Imam al-Syafi'i, kok tidak mengikuti Rasulullah saw saja", atau "siapa yang lebih alim, Rasulullah saw atau Imam al-Syafi'i"? Tentu saja pertanyaan tersebut sangat tidak ilmiah, dan menjadi bukti bahwa kalangan anti madzhab memang tidak mengetahui al-Qur'an dan ilmu ushul fiqih.

Ketika seseorang itu mengikuti Imam al-Syafi'i, hal itu bukan berarti dia meninggalkan Rasulullah saw. Karena bagaimanapun Imam al-Syafi'i itu bukan saingan Rasulullah saw atau menggantikan posisi beliau. Para ulama yang mengikuti madzhab al-Syafi'i seperti Imam al-Bukhari, al-Hakim, al-Daraquthni, al-Baihaqi, al-Nawawi, Ibn Hajar dan lain-lain, berkeyakinan bahwa Imam al-Syafi'i lebih mengerti dari pada mereka terhadap makna-makna al-Qur'an dan hadits Rasulullah saw secara menyeluruh. Ketika mereka mengikuti al-Syafi'i, bukan berarti meninggalkan al-Qur'an dan Sunnah. Akan tetapi mengikuti al-Qur'an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman orang yang lebih memahami, yaitu Imam al-Syafi'i.

Hal tersebut dapat dianalogikan dengan ketika para ulama mengikuti perintah al-Qur'an tentang hukum potong tangan bagi para pencuri. Dalam al-Qur'an tidak dijelaskan, sampai di mana batasan tangan pencuri yang harus dipotong? Apakah sampai lengan, sikut atau bahu? Ternyata Rasulullah saw menjelaskan sampai pergelangan tangan. Hal ini ketika kita menerapkan hukum potong tangan dari bagian pergelangan tangan, bukan berarti kita mengikuti Rasulullah saw dengan meninggalkan al-Qur'an. Akan tetapi kita mengikuti al-Qur'an sesuai dengan penjelasan Rasulullah saw yang memang diberi tugas oleh Allah SWT sebagai mubayyin, penjelas isi-isi al-Qur'an. (QS. al-Nahl : 44 dan 64).
Al-Qur'an al-Karim sendiri mengajarkan kita untuk taqlid dan bermadzhab kepada ulama.

"Bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui."

Dalam ayat di atas, Allah SWT memerintahkan orang yang tidak tahu agar bertanya kepada para ulama. Allah SWT tidak memerintahnya agar membolak-balik terjemahan al-Qur'an atau kitab-kitab hadits, sebagianmana yang dilakukan oleh para anti madzhab. Wallohu A'lam



Jangan lupa baca yang ini juga



22 comments:

Anonymous August 7, 2010 at 4:24 PM  

1. lalu bagaimana jika ada hadits yang periwatannya belum sampai imam Syafi'i dan baru ada di masa imam Bukhori? (krn dulu hadits belum tersusun rapi, bahkan untuk mencari 1 HADITS SAJA butuh perjalanan 1 bulan).
apakah Anda, tetap mengunggulkan pendapat imam Syafi'i??

jelaslah jika ijtihadnya imam syafi'i salah (tdk sesuai hadits), mk batal dan tidak boleh diamalkan. tp anehnya, kalangan NU mati2an dalam membela mdzhab. mereka itu pengikut Nabi -shallallahu alaihi wa sallam- atu imam syafi'i?

walhamdulillah sy jg bermadzhab syafii, tp masih cukup punya akal untuk tetap mendahulukan hadits..

2. perkataan anda "Karenanya, sulit kita temukan nama seorang ulama besar yang hidup sejak abad ketiga hingga saat ini yang tidak mengikuti salah satu madzhab FIQIH yang ada"

ini juga kesalahan NU. mereka hanya membahas fiqih dan fiqih, lalu melupakan aqidah. selain itu, mereka juga MENINGGALKAN aqidah imam syafii dalam aqidah dan mengambil faham asy'ari yg tidak sesuai dengan ajaran Nabi dan imam empat. bahkan setelah Imam Asy'ari rujuk kepada apa yg diyakini imam empat dan mengakui kesalahannya, kenapa NU mati2an tetap mebela aqidah sesat ini??)

aneh bin nyata..

Anonymous September 14, 2010 at 7:34 PM  

imam mahdzab itu sudah ada sejak 300an masehi mereka didik diajari oleh para tabiut tabi'in murid dr tabi'in...sedangkan tabi'in itu murid langsung para sahabat.sahabat itu yg hidup jaman rasul

lha kalo smpyn blg NU bela mahdzab, ya jelas untuk melindungi ummat dr kesimpang siuran berdienul Islam.misal krna sampyan itu berguru, ber imam pd imam2 yg tahun 1900-an, baru th itu golongan seprti anda muncul...

tidak hanya hadits aja yg punya sanad, tp ilmu bgmn cara nafsirkn Qur'an hadits itu ada asnad nya. nah 4 imam mahdzab itu bersambung ke tabiut tabiin murib tabi'ib murid sahabat. gimana???

dr logika sederhana, duluan mana. para Imam Mahdzab dengan muhadits anda yg wafat di 1999? lebih shohih mana ilmu nya, krna mereka ketemu orang sholih murid dr sahbaat yg siapa???tolong balajr sjrah juga, akan terbuka dan nampak bgt. ini saya mengungkapkn bukan ntk mbela NU, tp ntuk menajak smpyn membuka mata dan mereguk cahaya Ilahi. Wallahi, keselamatan penegn kita dapetkn

Anonymous November 18, 2010 at 6:09 AM  

jgn sok menyalahka NU,kalo blm ahli di biadng fiqh dan aqidah. kebanyakan yg menyalahkan itu kebyakan sekrang orang yg tidak ahlnya....
lebih baik diam aja ya...........

Anonymous December 27, 2010 at 9:02 AM  

biasa,,,yang anti madzhab kebanyakan tong kosong nyaring bunyinya,

Anonymous March 10, 2011 at 5:03 PM  

Assalamualaikum...kepada semaunya.saya merasa sdh mlhat agama ini saling mnyalahkan. ingat perbedaan tidak mengajarkan kita pada perselisiahn,saling menyalahkan,dan perpecahan. tapi perbedaan menuntun kita pada kebijaksanaan dalam pola pikir n perbuatan kita. kita punya guru,sampeyan punya guru,ni masalah ikhtilaf atas penafsiran Alquran n Alhadits. kami pun sebagai warga nahdhiyin tidak merasa yang paling benar, tapi kami menganggap apa yang kita amalkan Insya Allah benar dengan kitab yang kami pelajari yang memiliki landasan Alquran n Alhadits.dan perlu diingat apa yang kami lakukan pun semata mata karena Allah..so, apa sh yang harus kita perdebatkan?karena bagaimanapun saya adalah orang awam yang tidak seperti orang2 yang menyalahkan kami yang hafal Alquran sedari kecil berikut mkna,korelasi antra ayat satu dengan lainnya dan juga yang bertalian dgn hadits2nya,serta hafal beribu-ribu hadits,pham dngan asbabunnuzulnya,ilmu alat2nya dan bla bla bla sperti para imam2 mujtahid.trus masalah tauhid kami tidak serius memahaminya itu salah besar,sya tidak bs membuktikan lwat comment ini sebelum saudara semuslimku ini mau ikut mengaji bersama kami.taauhid adalah landsan agam kami dan fqh adlah ilmu yang mmbhs kaifiat ibdh kita.smga bermanfaat n ukhuwah kita terjaga. amin..barokallohu fiik...

Anonymous April 6, 2011 at 7:03 PM  

Bismillaah,

Madzhab Imam Syafii adalah hadits shahih. Kalau kita mengikuti hadits shahih, berarti kita mengikuti Madzhab Imam Syafii.

Dalam Kitab Al Um, Imam Syafii mengatakan: "Jika shaf belum rapat dan lurus, maka janganlah imam bertakbir untuk memulai shalat berjamaah." Nyatanyaa, kebanyakan imam masjid NU bertakbir untuk memulai shalat meski shaf shalat berjamaanya belum rapat dan lurus bahkan cenderung berantakan.

Kita mulai saja yang kecil-kecil untuk mengikuti Qur'an dan Sunnah.

Meninggalkan madzhab untuk mengikuti sunnah, mungkinkah?

Wallaahu a'lam.

Anonymous April 7, 2011 at 1:52 AM  

semakin hari saya semakin bingung aja,,,kenapa mereka2 yg kerjaannya mengkafirkan,memusyrikkan dan menyalahkan golongan lain kok gk pernah berhenti ,,,? apa mereka sudah merasa sok suci,,?sok 'alim ? sok ahli ibadah,ahli shodaqoh yang matinya pasti masuk surga....?hai wahaby...! buka mata kalian ...buka telinga lebar2...? apa yg kalian kerjakan sudah pasti benar....mending urus diri kalian sendiri2....pastikan dulu bahwa kalian mati masuk pasti masuk surga,baru ngurusi orang lain...biarkan kami orang NU menjalankan apa yg kami yakini selama ini gk usah ikut campur, klo gk sejalan diam saja,dasar wahaby,,, sukanya berkoar2 dikit2 bilang kafir,,,,,syirik,,,,bid'ah,,,,tapi klo diajak debat pasti selalu kalah,gk tahu malu,,,# SANTRI KAMPUNG

Anonymous April 10, 2011 at 7:19 PM  

Bismillaah,

Dalam Al Qur'an, Allah berfirman: "Athi'ullaah wa athi'urrasuul (Ikutilah Allah dan ikutilah Rasul)." Allah dan RasulNya tidak memerintahkan kita untuk mengikuti madzhab.

Wallaahu a'lam.

Anonymous May 20, 2011 at 7:13 PM  

dari comment2 yang ada sebelumnya, saya lihat comment2 yang memakai dalil adalah temen-temen dari salaf...sedangkan comment yang gampang mengumpat tanpa dalil itu comment orang2 NU seperti kebanyakan tukang becak dipinggir jalan....yah baiknya orang NU itu pasang iklan aja : "jika anda mempunyai masalah tanah, mencari tenaga keamanan gereja atau keamanan pasar...silahkan hubungi team aswaja NU atau banser..cukup rp.1000/orang dijamin masalah anda tuntas.." hahaha

Anonymous July 16, 2011 at 12:25 AM  

Saya setuju kalau dalam memahami suatu ayat atau hadits kita perlu dan sangat perlu melihat tafsir mereka para Ulama. Kita boleh mengikuti pendapat ulama ASALKAN kita ketahui sumbernya bahwa ulama tersebut BERPENDAPAT DENGAN HADITS QATHI’ (rinci/jelas) bukan dengan ijtihad semata (bukan bersumber dari hadits yg qathi’). Karena adakalanya mereka berijtihad bukan dari hadits karena belum sampainya hadits atau berpegang pada hadits yang ia kira shohih tetapi menurut ulama yang lain ternyata hadits lemah (seperti ucapan imam Syafi’i kepada Ahmad yang menyatakan bahwa Ahmad lebih tahu tentang keshahihan suatu hadits).
Imam Syafi’i berkata: ”Kalian (Imam Ahmad) lebih tahu tentang hadits dan para perawinya daripada aku.” (Ibnu Abi Hatim dalam Adabu Asy-Syafi’i hal. 94-95, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah IX/106, dll)
Imam Ahmad berkata: ”Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Syafi’i, Auza’i, dan Tsauri, tetapi AMBILLAH DARI SUMBER MEREKA MENGAMBIL.” (Al-Filani hal. 113 dan Ibnul Qayyim dalam Al-I’lam II/302)
Abu Hanifah berkata: “Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil SUMBERNYA.” (Ibnu Abdul Barr dalam Al-Intiqa fi Fadhail Ats-Tsalasah Al-Aimmah Al-Fuqaha hal. 145, Ibnul QayyimIbnu Abidin, dll)

Tetapi adakalanya ulama berpendapat dengan ijtihad/qiyas semata bukan dengan hadits disebabkan karena memang belum sampai kepada mereka suatu hadits tertentu (Jangan sampai ada yg mengatakan bahwa 1 ORANG ULAMA PASTI HAFAL SEMUA YG PERNAH DISABDAKAN OLEH RASULULLAH, padahal ulama tersebut tidak hadir setiap apa yang disabdakan Rasulullah). Jangan heran kalau untuk mendapatkan 1 (SATU) buah hadits saja mereka perlu melakukan perjalanan selama berhari-hari, berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan (Said bin Musayyib berkata: ”Saya pernah berjalan berhari-hari demi mendapat satu buah hadits”. Jami’ Bayanil Ilmi oleh Ibnu Abdil Bar 1/113). Padahal sering sekali kalau para pengikut mereka (murid-murid mereka) menanyakan suatu permasalahan agama setiap saat kepada ulama yg menjadi guru mereka dan ulama tersebut perlu memberikan fatwa/jawaban atas permasalahan yg sangat mendesak tersebut. Sehingga TERKADANG jika telah sampai hadits maka para ulama berpendapat menggunakan hadits tersebut, tetapi jika belum sampai hadits maka ulama tersebut berpendapat menggunakan ijtihad semata.

Misalnya:
Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Imam Malik ditanya tentang menyela-nyela jari kaki di dalam berwudhu, lalu dia berkata, “Hal itu bukan urusan manusia”. Dia berkata, “Maka aku meninggalkan beliau sampai orang-orang yang mengelilinginya tinggal sedikit, kemudian aku berkata kepadanya: ”Kami mempunyai sebuah hadits mengenai hal itu, maka Imam Malik bertanya: “Bagaimana hadits itu”? “Aku berkata: Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Harits dari Yazid bin Amr Al-Mu’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habali dari Al Mustaurid bin Syaddad Al-Qurasyiyyi, ujarnya: ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu AlaihinWasallam menggosokkan jari manisnya pada celah-celah jari-jari kakinya”. Maka Malik berkata, “Hadist ini hasan, aku tidak pernah mendengarnya sama sekali kecuali kali ini. Kemudian di lain waktu, saya mendengar beliau ditanya tentang hal yang sama lalu beliau menyuruh orang itu untuk menyela-nyela jari kakinya. (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim hal. 31-32 dan Baihaqi dalam Sunan-nya I/81)
Imam Syafi’i berkata: ”Kalian (Imam Ahmad) lebih tahu tentang hadits dan para perawinya daripada aku. Apabila suatu hadits itu shahih, beri tahukanlah kepadaku biar di manapun orangnya, apakah di Kuffah, Bashrah, atau Syam, sampai aku pergi menemuinya.” (Ibnu Abi Hatim dalam Adabu Asy-Syafi’i hal. 94-95, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah IX/106, dll)

Sahabat Ibnu Abbas mengatakan: ”Aku khawatir bila kalian ditimpa hujan batu dari langit. Aku menyampaikan sabda Rasulullah akan tetapi kalian membantah dengan perkataan Abu Bakar dan Umar.” (Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad 1/337)

Anonymous August 17, 2011 at 9:58 PM  

masalah khilafiah nggak akan ada titk temunya sampai kapanpun tolong hormati masing masing komunitas jaga persatuan ukhuwah islamiyah jangan saling mencari dan mengumbar aib saudara kita, mari kita berjuang demi tegaknya sariat islam yang kaffah kebenaran haqiqi hanya bagi Allah bagi mahluq sifatnya hanya kebenaran yang nisbi, ibda binafsik,kaburo maqtan 'indallah an taquluu mala ta'malun,

Anonymous August 17, 2011 at 10:18 PM  

aku sangat kagum dengan argumen argumen akhi yang begitu detail baik dari nash alquran, hadits maupun qaul2 ulama' tapi ingat itu semua sangat urgent demi tegaknya syariat islam, tapi jangan lupa dengan dasar2 tersebut jelas amalan yang akan mendapatkan imbalan dari sang khaliq adalan yang ihlash/Ridla,mari kita belajar dan melatih diri untuk selalu khusnudhon terhadap sesama, tidak ada rasa dendam diantara kita, mari kita saling memaafkan diantara kita, kerjakan sesuai keyakinan anda yang sesuai apa yang diajarkan oleh Allah, Rosul, Sahabat, Tabiin, Tabiit tabiin dan seterusnya. khoirunnas anfa'uhum linnas, kita semua makhluq Allah, robbanaa maa kholqta hadza baathilaa

Anonymous August 17, 2011 at 11:43 PM  

qulil haq min robbikum faman syaa fal yu'min waman syaa fal yakfur, Allah menciptakan dunia beserta isinya ini nggak ada yang sia-sia, ada baik ada jelek, ada atas ada bawah, ada surga ada neraka, ada dunia ada akhirat, kita bebas memilih toh nanti semua ada hisabnya nggak ada yang kelewata, bukan kah Allah hakim yang paling bijaksana, kita di ciptakan Allah untuk mengatur demi berkembangnya bumi yang kita tinggali, memang inilah dunia diciptakan serba melengkapi antara yang satu dan lainnya, dan disinilah perbedaan semoga menjadi rahmah sehingga menjadi kontrol dan bisa mengisi kekurangan yang satu dengan yang lainnya bukan malah jadi arena caci maki yang nggak ada ujung pangkalnya, ingat nabi Muhammad SAW adalah sebagai suri tauladan betapa sabarnya beliau tatkala disambitin dengan batu oleh kafir qureisy apa yang ia lakukan Allahummahdi qoumiy fainna la ya'lamun, makanya sabar dan ihlas yang harus kita pupuk demi bekal menghadNya berbuatlah dengan sesuatu yang ihlas sambunglah tali silaturrahmi, jangan paksakan kehendak kepada orang lain, walau syaa robbuka laamanna man fil ardli kulluhum jamiaa afaanta tukrihun nasa hatta yakuunuu mukminin. wallahu a'lam

Anonymous September 28, 2011 at 12:55 AM  

setiap muslim pada dasarnya bersaudara.kalau mujadalah tentu Billati hia ahsan. dan tentu bilhikmati walmauidzatil hasanah. sementara alhaqqu min rabika falatakunanna minal mumtarin. mbo ...jangan suka menganggap orang lain salah semua, apalagi ujung2nya ngambil pandangan dari ulama lain yang sudah meninggal yg justru keulamaannya masih banyak yg mempertanyakan. tapi lho kok bisa merasa yg paling benar.... jadi kadang lucu juga ya...

Anonymous September 28, 2011 at 1:00 AM  

tanggung jawab kita memberikan pandangan yg menurut kita benar tapi bukan berarti orang lain salah. empat imam madzhab diakui dan sangat masyhur dikalangan umat islam dunia termasuk syiah meskipun bukan berarti maksum jadi kalau selalu menggugat imam syafi'i apa ya nggak keblinger....,

Anonymous October 15, 2011 at 12:11 PM  

Saya setuju kalau dalam memahami suatu ayat atau hadits kita perlu dan sangat perlu melihat tafsir mereka para Ulama. Kita boleh mengikuti pendapat ulama ASALKAN kita ketahui sumbernya bahwa ulama tersebut BERPENDAPAT DENGAN HADITS QATHI’ (rinci/jelas) bukan dengan ijtihad semata (bukan bersumber dari hadits yg qathi’).

--->> Bagaimana antum tau Ulama' berpendapat dgn bukan bersumber dari hadist yg qathi'? Apakah antum sudah hafal semua hadist alias lebih ngerti dari Ulama' tsb dibanding Ulama Mazhab 4?

Hadi October 19, 2011 at 7:28 AM  

lalu bagaimana jika ada hadits yang periwatannya belum sampai imam Syafi'i dan baru ada di masa imam Bukhori? (krn dulu hadits belum tersusun rapi, bahkan untuk mencari 1 HADITS SAJA butuh perjalanan 1 bulan).
apakah Anda, tetap mengunggulkan pendapat imam Syafi'i??

--> Klo tau bahwa mencari hadits saja butuh perjuangan luar biasa, apalagi klo memakai Hadistnya Albani. gimana bisa shahih-tidaknya hadist mengikuti Albani yang jauh dari gelar Alhafidz (hapal 100rb hadist). Belajarnya juga bukan mencari pe para pewaris sanad hadits tapi belajarnya cuma dari buku perpustakaan.

Bandingkan dengan Imam Syafi'i yang hafal Al-Qur'an hafal ratusan ribu hadits, beliau saja masih mengaji ke Imam Malik bahkan sampe bisa menghapal kitab Al-Muwatta'.
Imam Bukhori saja periwayat hadist tersohor, adalah pengikut mazhab yaitu mazhab Syafi'i.

Hadi October 19, 2011 at 7:34 AM  

Ikut Sunnah atau Mazhab??

Ikut Sunnah dengan pemahaman Salaf Mazhab 4. Pemahaman Mazhab 4 adalah pemahaman para tabi'in & tabi' tabi'in. Semua mazhab 4 lahir pada masa tabi'in & tabi' tabi'in. Itulah pemahaman salaf sejati. Sesuai hadist Nabi bahwa generasi dengan pemahaman terbaik adalah pada masa beliau, masa sahabat sesudah beliau, masa tabi'in, dan masa tabi' tabi'in.

Anonymous October 24, 2011 at 9:07 AM  

baca coment kaum sa-wah bnyk obral dalil,tapi mereka ntu faham maksudnya nggak ya...?
krn yg sudah2 sih.......??xcvu'[\\??

Anonymous October 29, 2011 at 8:19 AM  

wong edian kabeh....taukah kalian bahwa 2+2=5

Badar November 1, 2011 at 8:17 AM  

Ingat Saudara, Imam Syafi'i bukanlah orang yang ma'sum yang terbebas dari kekeliruan.... jangan ta'lid sama beliau. Tidak ada satu ulama ahlu Sunnahpun yang mengatakan harus atau wajib untuk mengikuti salah satu madzhab termasuk Imam Syafi'i sendiri melarang untuk fanatik buta kepada beliau.

Masih mau fanatik...??? Saya katakan bahwa orang NU hanya mulutnya saja mengakatan ikut imam Syafi'i tapi kenyataannya jauh sekali dari ajaran Imam Syafi'i. Mau contoh?

1. Nu mengadakan yasinan untuk orang mati, padahal Imam Syafi'i melarang keras masalah ini.
2. Nu suka membangun bangunan diatas kuburan, Imam Syafi'i membenci masalah ini.
3. Nu meyakini bahwa Allah tidak di mana-mana atau dimana-mana, padahal Imam Syafi'i mengatakan bahwa Allah di Arsy sesuai Alqur'an.
4. Banyak lagi deh...

Anonymous February 25, 2018 at 9:43 PM  

Saya balik aja pertanyaannya, lebih tahu mana anda sama imam syafii, selalu itu yg didengung2kan salafi, sok mbenerin org, kyk yg punya kebenaran anda sendiri, org beda pendapat dengan anda, lalu anda tuduh macam2...

Syubhat salafi, lebih baik mana imam syafii sama rasul, lah anda ini siapa, imam bukan ulama bukan sok lebih tahu dr pd imam syafii

Post a Comment

Links Referensi Indonesia

Links Referensi Timur Tengah

Pengikut

http://mp3upload.ca/

  © Blogger template 'External' by Ourblogtemplates.com 2009 | Redesign by Jasa Pembuatan Blog Mung Bisnis

Back to TOP